tirto.id - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) bermain multi tafsir saat mengusut pelanggaran kode etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
"Dewan pengawas bermain tafsir seakan-akan chat tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk komunikasi tetapi hanya satu bentuk kontak," ujar Zaenur Rohman dalam video singkat yang diterima Tirto, Jumat (22/9/2023).
Menurutnya, tafsir yang gegabah tersebut terjadi akibat Dewan Pengawas KPK yang tidak melakukan pendalaman terhadap bentuk komunikasi yang dilakukan antara Johanis Tanak dengan Plh Dirjen Minerba Mohammad Idris Froyoto Sihite.
Kesimpulan sepihak tersebut menunjukkan Dewas KPK tidak mengakui adanya fakta bahwa terjalin komunikasi antara Johanis Tanak dengan Mohammad Idris Froyoto Sihite.
"Seakan-akan chat tersebut tidak menimbulkan dampak apapun, tidak ada niat apapun dan kemudian dianggap tidak ada masalah," ucap Zaenur.
Dalam persidangan kode etik terungkap bahwa pihak yang pertama kali berinisiatif untuk menghubungi adalah Tanak.
"Itu menunjukkan adanya niat untuk menjalin komunikasi dengan pihak yang diduga ada keterkaitan dengan perkara yang sedang diusut KPK," ujar Zaenur.
Keputusan Dewan Pengawas yang menyatakan Johanis tidak bersalah dikhawatirkan akan menimbulkan pelanggaran internal yang lebih banyak di KPK. Sikap permisif KPK terhadap pelanggaran di internal justru melemahkan KPK sebagai lembaga yang independen.
"Padahal, publik berharap KPK zero tolerant (tidak menoleransi) segala macam bentuk pelanggaran kode etik ataupun perbuatan yang mengarah kepada bentuk-bentuk pelanggaran kode etik," ucapnya.
Johanis Tanak lolos dari jerat pelanggaran etik terkait kasus percakapannya dengan Plh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Idris Froyoto Sihite. Majelis Etik Dewas KPK menyatakan Johanis Tanak tidak melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.
Putusan dibacakan majelis sidang etik yang terdiri dari tiga anggota Dewas KPK. Terdiri dari Ketua majelis, Harjono, didampingi anggota majelis Albertina Ho dan Syamsuddin Haris. Ketua Majelis, Harjono mengatakan, Johanis Tanak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku.
“Memulihkan hak terperiksa dalam kemampuan dan harkat serta martabatnya pada keadaan semula,” lanjut Hartono.
Dugaan pelanggaran etik yang menyandung Johanis Tanak bermula dari publikasi sejumlah tangkapan layar yang memperlihatkan percakapan antara dirinya dengan Sihite. Percakapan itu tersebar luas di media sosial dan menjadi viral. Sebagai pimpinan KPK, semestinya Tanak tidak berhubungan dengan pihak berperkara. Dalam hal ini, Sihite tengah diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi penyaluran tunjangan kinerja (tukin) pegawai di lingkungan Kementerian ESDM.
Anggota Majelis, Syamsuddin Haris menjelaskan, berdasarkan penelusuran pada sembilan isi pesan antara Tanak dan Sihite, Dewas tidak menemukan adanya komunikasi yang terjadi. Isi pesan didapatkan dari hasil ekstraksi ponsel Sihite yang diperiksa di Laboratorium Barang Bukti Elektronik KPK.
Dari sembilan isi pesan antara Tanak dan Sihite, dua isi pesan singkat dari Tanak dihapus dan tidak terungkap selama persidangan. Dewas KPK menyimpulkan hanya terjadi kontak antara Tanak dan Sihite dan bukan terjadi komunikasi.
“Meskipun ada tanda centang dua berwarna biru yang berarti sudah dibaca, tetapi tidak ada balasan atau tanggapan dari penerima, maka belum bisa disimpulkan telah terjadinya komunikasi antara pengirim dan penerima. Walaupun telah terjadi kontak antara keduanya,” jelas Syamsuddin.
=====
Adendum: Artikel ini mengalami perubahan penulisan nama untuk Plh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Idris Froyoto Sihite per Rabu, 27 September 2023 pukul 13.50 WIB. Sebelumnya, ditulis Idris Froyonion Sihite.
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Bayu Septianto